KARAWANG | KUTATANDINGAN.COM — Ratusan orang dari berbagai elemen masyarakat, termasuk ratusan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Karawang, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Karawang, Selasa (10/6/2025). Aksi ini merupakan bentuk solidaritas terhadap Yusuf Saputra, yang dikenal sebagai Lurah Gudel, yang saat ini menjalani persidangan atas dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik.
Yusuf dilaporkan oleh Kepala Desa Pinayungan, Eka Angelia, atas pernyataannya dalam sebuah wawancara dengan media daring pada 2023. Dalam wawancara tersebut, Yusuf mengungkapkan dugaan penerimaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) oleh pemerintah desa, yang kemudian dianggap sebagai fitnah dan pencemaran nama baik.
Akibat laporan tersebut, Yusuf dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dengan ancaman hukuman maksimal satu tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta.
Aksi massa ini diterima langsung oleh Hendra Kusumawardana, juru bicara Pengadilan Negeri Karawang. Saat aksi berlangsung, Yusuf tengah menjalani proses persidangan.
Perwakilan massa aksi, yang terdiri dari 10 orang, menyampaikan bahwa kasus ini telah memicu solidaritas luas dari kalangan pers, mahasiswa, aktivis, hingga masyarakat umum. Mereka menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap narasumber media dan menegaskan bahwa menyampaikan kritik adalah hak konstitusional warga negara dalam sistem demokrasi.
Para demonstran menilai bahwa produk jurnalistik tidak semestinya langsung dibawa ke ranah pidana. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme hak jawab dan mediasi di Dewan Pers.
Tak hanya di PN Karawang, massa juga menyatakan akan melanjutkan aksi ke Inspektorat Kabupaten Karawang dan Kejaksaan Negeri Karawang. Mereka menuntut audit terhadap Pemerintah Desa Pinayungan dan berencana mengirimkan petisi mosi tidak percaya dari ribuan warga ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kami akan mendesak Inspektorat untuk mengaudit dana desa, dan membawa mosi tidak percaya yang ditandatangani ribuan warga ke Kemendagri. Ini bukan hanya soal Yusuf, tapi juga tentang keadilan dan kebebasan pers,” ujar salah satu jurnalis dalam aksi tersebut.
Menanggapi aksi tersebut, Juru Bicara Pengadilan, Hendra Kusumawardana, menjelaskan bahwa pencemaran nama baik dalam hukum harus merujuk pada individu. Kritik terhadap institusi pemerintahan, baik di tingkat desa maupun pusat, selama masih dalam konteks pengawasan publik, tidak dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik.
“Pengadilan bekerja sesuai prosedur dan tidak bisa menolak perkara yang diajukan. Prosesnya dimulai dari penyidikan, dilanjutkan ke penuntutan, dan jika dinyatakan lengkap, masuk ke tahap persidangan. Kami menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan memegang teguh kode etik dalam memeriksa dan mengadili perkara,” tegas Hendra.(Red)